Jumat, 01 Februari 2019

Bijak dalam Hutang

Dalam kehidupan sehari – hari, tentunya kita pernah meminjam uang atau malah kita yang di diberi pinjaman baik dari saudara maupun teman sendiri. Beberapa kali mendengar cerita terkait hutang piutang ini. Dampaknya bisa menyebabkan hancurnya pertemanan dan persaudaraan. Bahkan bisa berujung pada Pembunuhan. Seram ya !!!

Hutang piutang ini merupakah hal yang sensitive karena ini berkaitan dengan perasaan dan hubungan dengan pihak lain. Kita tidak tahu perihal kondisi keuangan yang akan dihadapi. Apakah seseorang berada dalam masa kecukupan secara finansial atau malah berada dalam posisi sulit sehingga perlu adanya suntikan dana lagi. Untuk itu, Hutang dapat menjadi solusi bagi kesulitan finansial ini.  

Beberapa cerita dari teman-teman sebagai pemberi hutang, banyak yang mengecewakan pada saat menagih kembali uangnya. Responnya bukannya mengembalikkan hutang tersebut, malah mencela si Peminjam dan marah – marah dengan mengeluarkan kata – kata yang menyakitkan hati.

Teman tadi menceritakan bagaimana awalnya teman yang sudah lama dikenalnya dan lama tidak ketemu. Pada sebuah tempat perbelanjaan tanpa disengaja, Ketemuan dan saling ngobrol mengenai masa – masa sekolah dulu. Ujung – ujungnya, “Bro, Pinjem uanglah Rp 2 Juta saja. Bulan depan, Uang sertifikasi istri aku cair, aku balikin segera. Minta tolong banget untuk bayar uang kuliah adik aku”.

Karena merasa kasihan, Teman tersebut memberikan pinjaman juga. Begitu jatuh tempo pembayaran, Pada saat penagihan dan dihubungi, Si Peminjam tidak memberikan respon. Kesannya malah si pemberi pinjaman yang mengemis untuk dikembalikan uangnya. Ketika diminta, Jawabannya bulan depanlah, tiga bulan lagi, 6 bulan lagi, tahun depan, Dst.

Ada lagi yang menceritakan bagaimana seorang teman kosnya yang berprofesi sebagai kontraktor dengan menceritakan berbagai project yang ada di berbagai daerah dengan nilai milyaran. Ceritanya membikin ngiler dan wah. Si Kontraktor ini pun menceritakan bagaimana jatuh bangunnya dalam membanguan usaha kontraktor ini dan yang lebih menggiurkan lagi mengenai keuntungan besar yang didapat setiap proyeknya. Nah, yang bikin tidak enaknya ujung – ujungnya malah mau pinjam uang sebesar Rp 1 Juta saja.

Hal ini tentu dihadapkan pada keputusan pribadi sebelum memberikan pinjaman tersebut. Sering sekali rasa tidak enakan atau sungkan yang muncul pada saat orang lain (apalagi orang tersebut sudah kenal lama dengan kita) memohon pinjaman tadi. Untuk menjawab “tidak” itu susah sekali. Namun, tetap harus diberi keputusan yang pasti.

Pemberian hutang ini harus mempertimbangkan dengan kondisi keuangan kita juga. Ada resiko yang diterima seandainya diberikan pinjaman ke orang lain yaitu uang kita yang tidak bisa ditagih. Apalagi uang yang kita pinjamkan hanya bermodalkan kepercayaan tanpa adanya akad secara tertulis.
Memang memberikan pinjaman kepada orang lain itu merupakan pahala karena membantu kesulitan orang lain. Akan tetapi, perlu ada pertimbangan dahulu. Tidak semua yang mau meminjam uang ke kita langsung disetujui dan diberikan.

Berbekal pengalaman dan cerita diatas, tentunya jangan sampai hutang yang telah diberikan malah menghancurkan persahabatan bahkan persaudaraan. Untuk itu, alangkah baiknya sebelum diberikan pinjaman tersebut perlu mempertimbangkan hal – hal berikut :

1.     Karakter Peminjam
Karakter menjadi pertimbangan penting dalam memberikan pinjaman. Hal ini dengan tujuan untuk memastikan bahwa peminjam tersebut memiliki itikad yang baik dalam mengembalikan hutang tersebut. Penilaian aspek ini diukur dengan melihat “Kemauan” dan “Kemampuan”  si peminjam. Selain itu, perlu dilihat juga track record (rekam jejak) pembayaran pinjaman kepada kita atau kepada orang lain.             
Sebelum memberi pinjaman, jangan terburu – buru dan perlu adanya jeda waktu untuk mengumpulkan informasi terkait karakter si peminjam ini baik dari tetangga atau dari teman yang lain sebagai informasi yang dapat meyakinkan bahwa orang tersebut dapat dipercaya.

2.     Tujuan meminjam
Memberikan pinjaman ke orang lain itu perlu adanya pertimbangan yang matang sehingga uang tersebut kembali tepat pada waktunya. Untuk itu, seorang pemberi hutang harus mendengarkan baik – baik alasan mereka meminjam uang tersebut untuk kebutuhan yang sangat penting dan mendesak apalagi menyangkut “nyawa”, misalnya : meminjam uang untuk keperluan melahirkan, Mungkin dapat menjadi pertimbangan atas dasar rasa manuasiawi dan tolong menolong.

3.     Kondisi keuangan pribadi
Selain itu, memberikan pinjaman harus mengukur dengan kemampuan keuangan sehari – hari kita. Misalnya seseorang mau meminjam uang sebesar Rp 2 Juta kepada kita. Lantas, apakah segera kita penuhi permintaan orang tersebut ?
Untuk itu, perlu adanya ukuran terkait kondisi keuangan harian kita. Ukuran tersebut didapat dengan menghitung kebutuhan sehari – hari melalui catatan pos yang biasa kita keluarkan seperti Cicilan bulanan, Investasi bulanan, Pengeluaran operasional bulanan dan perkiraan pengeluaran tidak terduga lainnya sehingga dapat diambil keputusan apakah memberi pinjaman sesuai yang diminta, sebagian saja, sesuai proporsi kemampuan kita atau tidak sama sekali. Atas dasar perhitungan ini , maka perlu disampaikan ke Peminjam terkait kondisi keuangan agar si peminjam juga tidak tersinggung dan mengerti kondisi keuangan kita.
Kalau masih ada rasa tidak enakan dan menghindari terjadinya konflik, beri aja sejumlah uang dengan nominal yang wajar yang sifatnya sukarela sehingga tidak ada hutang piutang.
Misalnya : Si Fulan mau pinjam uang sebesar Rp 2 Juta. Nah, kita bisa menjawab “Uang segitu tidak punya, Tapi adanya seratus ribu. Ini aku berikan dan tidak usah dikembalikan.

4.     Kemudahan Pembayaran
Memberi pinjaman kepada orang yang sudah kita kenal tentu ada rasa sungkan kalau harus diberi persyaratan yang ketat seperti pinjaman ke Bank. Namun, Bisa saja yang terjadi, setelah diberikan pinjaman, Kita yang menyesal karena si pemimjam tersebut tidak memenuhi janjinya sesuai dengan komimten di awal.
“Besok tunggu gajian, besok kalau uang proyek cair dan besok kalau sudah cair uang pinjaman dari Bank”. Begitu jawaban yang diperoleh pada saat hutang jatuh tempo ditagih.
Jika hal seperti diatas terjadi, perlu adanya tindakan agar uang tersebut kembali sesuai dengan nominal yang diberikan. Hal yang dapat dilakukan dengan mengubahnya menjadi pola cicilan (installment) sehingga hutang tersebut lama kelamaan dapat diselesaikan. Dan sebagai langkah antisipasi perlu juga adanya perjanjian secara tertulis untuk menghindari kelupaan terkait jumlah yang telah dibayarkan dan waktu jatuh tempo nya.

Sebagai informasi bagi kita, dalam islam sendiri diatur mengenai kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan sehari - hari seperti dituliskan pada Ayat berikut :
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian ber-mu’aamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS Al-Baqarah: 28)
Ayat ini menjelaskan bahwa kegiatan muamalah yang dilakukan termasuk dalam hutang piutang tersebut agar dituliskan secara jelas dan rinci demi menghindari terjadinya masalah di kemudian hari. Perlu diingat bahwa Hutang ini merupakan kewajiban. Artinya si peminjam wajib mengembalikan hutang tersebut.
BerHutang dapat menjadi keliru dan merupakan perbuatan yang salah karena ada hak dan harta orang lain. Apalagi sampai tidak membayar hutang sama dengan mengambil hak dan harta orang lain serta telah menzalimi dan menyakiti hati orang lain.
Beberapa Hadits menjelaskan mengenai pihak yang menunda dan enggan membayar hutang yaitu :

  1. “Siapa saja yang berutang dengan niat tidak akan melunasinya, niscaya dia akan bertemu Allah (pada hari Kiamat) dalam keadaan sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih).
  2. “Seluruh dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim).
  3. “Tidaklah seorang hamba mempunyai niat untuk melunasi utangnya kecuali ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah” (HR. al-Hakim dengan sanad Shahih)

Kalau sudah beragam cara dilakukan kepada si peminjam untuk mengembalikan uangnya mulai dari menagih dengan sopan dan memberikan kemudahan dalam pembayaran atau cicilan. Namun, masih juga tidak dibayar maka ikhlaskan hutang tersebut menjadi sedekah merupakan puncak upaya yang telah dilakukan dan mudah-mudahan rezeki si pemberi hutang menjadi bertambah dengan hal tersebut.

Dari uraian diatas, alangkah lebih baiknya kita tidak tersangkut paut dalam urusan hutang piutang dimaksud diatas. Hiduplah sesuai dengan kemampuan dan kantong kita Bukan karena gengsi dan iri dengan tetangga yang membeli furniture, gadget atau kendaraan baru. Yang paling penting adalah mengUbah kebiasaan konsumtif menjadi produktif dengan mengutamakan asset produktif yang ditambah setiap memiliki penghasilan.  
Semoga tulisan ini bermanfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar