Dalam kehidupan sehari – hari,
tentunya kita pernah meminjam uang atau malah kita yang di diberi pinjaman baik
dari saudara maupun teman sendiri. Beberapa kali mendengar cerita terkait
hutang piutang ini. Dampaknya bisa menyebabkan hancurnya pertemanan dan persaudaraan.
Bahkan bisa berujung pada Pembunuhan. Seram ya !!!
Hutang piutang ini merupakah hal
yang sensitive karena ini berkaitan
dengan perasaan dan hubungan dengan pihak lain. Kita tidak tahu perihal kondisi
keuangan yang akan dihadapi. Apakah seseorang berada dalam masa kecukupan
secara finansial atau malah berada dalam posisi sulit sehingga perlu adanya
suntikan dana lagi. Untuk itu, Hutang dapat menjadi solusi bagi kesulitan finansial
ini.
Beberapa cerita dari teman-teman sebagai
pemberi hutang, banyak yang mengecewakan pada saat menagih kembali uangnya.
Responnya bukannya mengembalikkan hutang tersebut, malah mencela si Peminjam dan
marah – marah dengan mengeluarkan kata – kata yang menyakitkan hati.
Teman tadi menceritakan bagaimana
awalnya teman yang sudah lama dikenalnya dan lama tidak ketemu. Pada sebuah
tempat perbelanjaan tanpa disengaja, Ketemuan dan saling ngobrol mengenai masa
– masa sekolah dulu. Ujung – ujungnya, “Bro, Pinjem uanglah Rp 2 Juta saja.
Bulan depan, Uang sertifikasi istri aku cair, aku balikin segera. Minta tolong
banget untuk bayar uang kuliah adik aku”.
Karena merasa kasihan, Teman
tersebut memberikan pinjaman juga. Begitu jatuh tempo pembayaran, Pada saat
penagihan dan dihubungi, Si Peminjam tidak memberikan respon. Kesannya malah si
pemberi pinjaman yang mengemis untuk dikembalikan uangnya. Ketika diminta,
Jawabannya bulan depanlah, tiga bulan lagi, 6 bulan lagi, tahun depan, Dst.
Ada lagi yang menceritakan
bagaimana seorang teman kosnya yang berprofesi sebagai kontraktor dengan
menceritakan berbagai project yang ada di berbagai daerah dengan nilai
milyaran. Ceritanya membikin ngiler dan wah. Si Kontraktor ini pun menceritakan
bagaimana jatuh bangunnya dalam membanguan usaha kontraktor ini dan yang lebih
menggiurkan lagi mengenai keuntungan besar yang didapat setiap proyeknya. Nah,
yang bikin tidak enaknya ujung – ujungnya malah mau pinjam uang sebesar Rp 1
Juta saja.
Hal ini tentu dihadapkan pada
keputusan pribadi sebelum memberikan pinjaman tersebut. Sering sekali rasa
tidak enakan atau sungkan yang muncul pada saat orang lain (apalagi orang
tersebut sudah kenal lama dengan kita) memohon pinjaman tadi. Untuk menjawab “tidak” itu susah sekali. Namun, tetap
harus diberi keputusan yang pasti.
Pemberian hutang ini harus
mempertimbangkan dengan kondisi keuangan kita juga. Ada resiko yang diterima
seandainya diberikan pinjaman ke orang lain yaitu uang kita yang tidak bisa
ditagih. Apalagi uang yang kita pinjamkan hanya bermodalkan kepercayaan tanpa
adanya akad secara tertulis.
Memang memberikan pinjaman kepada
orang lain itu merupakan pahala karena membantu kesulitan orang lain. Akan
tetapi, perlu ada pertimbangan dahulu. Tidak semua yang mau meminjam uang ke
kita langsung disetujui dan diberikan.
Berbekal pengalaman dan cerita
diatas, tentunya jangan sampai hutang yang telah diberikan malah menghancurkan
persahabatan bahkan persaudaraan. Untuk itu, alangkah baiknya sebelum diberikan
pinjaman tersebut perlu mempertimbangkan hal – hal berikut :
1. Karakter Peminjam
Karakter menjadi pertimbangan penting dalam memberikan
pinjaman. Hal ini dengan tujuan untuk memastikan bahwa peminjam tersebut
memiliki itikad yang baik dalam mengembalikan hutang tersebut. Penilaian aspek
ini diukur dengan melihat “Kemauan”
dan “Kemampuan” si peminjam. Selain itu, perlu dilihat
juga track record (rekam jejak)
pembayaran pinjaman kepada kita atau kepada orang lain.
Sebelum memberi pinjaman, jangan terburu – buru dan
perlu adanya jeda waktu untuk mengumpulkan informasi terkait karakter si
peminjam ini baik dari tetangga atau dari teman yang lain sebagai informasi
yang dapat meyakinkan bahwa orang tersebut dapat dipercaya.
2. Tujuan meminjam
Memberikan pinjaman ke orang lain itu perlu adanya
pertimbangan yang matang sehingga uang tersebut kembali tepat pada waktunya.
Untuk itu, seorang pemberi hutang harus mendengarkan baik – baik alasan mereka
meminjam uang tersebut untuk kebutuhan yang sangat penting dan mendesak apalagi
menyangkut “nyawa”, misalnya : meminjam uang untuk keperluan melahirkan,
Mungkin dapat menjadi pertimbangan atas dasar rasa manuasiawi dan tolong
menolong.
3. Kondisi keuangan pribadi
Selain itu, memberikan pinjaman harus mengukur dengan
kemampuan keuangan sehari – hari kita. Misalnya seseorang mau meminjam uang
sebesar Rp 2 Juta kepada kita. Lantas, apakah segera kita penuhi permintaan
orang tersebut ?
Untuk itu, perlu adanya ukuran terkait kondisi
keuangan harian kita. Ukuran tersebut didapat dengan menghitung kebutuhan
sehari – hari melalui catatan pos yang biasa kita keluarkan seperti Cicilan
bulanan, Investasi bulanan, Pengeluaran operasional bulanan dan perkiraan
pengeluaran tidak terduga lainnya sehingga dapat diambil keputusan apakah
memberi pinjaman sesuai yang diminta, sebagian saja, sesuai proporsi kemampuan
kita atau tidak sama sekali. Atas dasar perhitungan ini , maka perlu
disampaikan ke Peminjam terkait kondisi keuangan agar si peminjam juga tidak
tersinggung dan mengerti kondisi keuangan kita.
Kalau masih ada rasa tidak enakan dan menghindari
terjadinya konflik, beri aja sejumlah uang dengan nominal yang wajar yang
sifatnya sukarela sehingga tidak ada hutang piutang.
Misalnya : Si Fulan mau pinjam uang sebesar Rp 2 Juta.
Nah, kita bisa menjawab “Uang segitu tidak punya, Tapi adanya seratus ribu. Ini
aku berikan dan tidak usah dikembalikan.
4. Kemudahan Pembayaran
Memberi pinjaman kepada orang yang sudah kita kenal
tentu ada rasa sungkan kalau harus diberi persyaratan yang ketat seperti
pinjaman ke Bank. Namun, Bisa saja yang terjadi, setelah diberikan pinjaman,
Kita yang menyesal karena si pemimjam tersebut tidak memenuhi janjinya sesuai
dengan komimten di awal.
“Besok tunggu gajian, besok kalau uang proyek cair dan
besok kalau sudah cair uang pinjaman dari Bank”. Begitu jawaban yang diperoleh
pada saat hutang jatuh tempo ditagih.
Jika hal
seperti diatas terjadi, perlu adanya tindakan agar uang tersebut kembali sesuai
dengan nominal yang diberikan. Hal yang dapat dilakukan dengan mengubahnya
menjadi pola cicilan (installment)
sehingga hutang tersebut lama kelamaan dapat diselesaikan. Dan sebagai langkah
antisipasi perlu juga adanya perjanjian secara tertulis untuk menghindari kelupaan
terkait jumlah yang telah dibayarkan dan waktu jatuh tempo nya.
Sebagai informasi bagi kita, dalam
islam sendiri diatur mengenai kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan sehari
- hari seperti dituliskan pada Ayat berikut :
“Hai
orang-orang yang beriman! Apabila kalian ber-mu’aamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS
Al-Baqarah: 28)
Ayat ini menjelaskan bahwa
kegiatan muamalah yang dilakukan termasuk dalam hutang piutang tersebut agar
dituliskan secara jelas dan rinci demi menghindari terjadinya masalah di
kemudian hari. Perlu diingat bahwa Hutang ini merupakan kewajiban. Artinya si
peminjam wajib mengembalikan hutang tersebut.
BerHutang dapat menjadi keliru
dan merupakan perbuatan yang salah karena ada hak dan harta orang lain. Apalagi
sampai tidak membayar hutang sama dengan mengambil hak dan harta orang lain
serta telah menzalimi dan menyakiti hati orang lain.
Beberapa Hadits menjelaskan
mengenai pihak yang menunda dan enggan membayar hutang yaitu :
- “Siapa saja yang berutang dengan niat tidak akan melunasinya, niscaya dia akan bertemu Allah (pada hari Kiamat) dalam keadaan sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih).
- “Seluruh dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim).
- “Tidaklah seorang hamba mempunyai niat untuk melunasi utangnya kecuali ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah” (HR. al-Hakim dengan sanad Shahih)
Kalau sudah beragam cara
dilakukan kepada si peminjam untuk mengembalikan uangnya mulai dari menagih
dengan sopan dan memberikan kemudahan dalam pembayaran atau cicilan. Namun,
masih juga tidak dibayar maka ikhlaskan hutang tersebut menjadi sedekah
merupakan puncak upaya yang telah dilakukan dan mudah-mudahan rezeki si pemberi
hutang menjadi bertambah dengan hal tersebut.
Dari uraian diatas, alangkah lebih
baiknya kita tidak tersangkut paut dalam urusan hutang piutang dimaksud diatas.
Hiduplah sesuai dengan kemampuan dan kantong kita Bukan karena gengsi dan iri
dengan tetangga yang membeli furniture, gadget atau kendaraan baru. Yang paling
penting adalah mengUbah kebiasaan konsumtif menjadi produktif dengan
mengutamakan asset produktif yang ditambah setiap memiliki penghasilan.
Semoga tulisan ini bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar